SKI, MATARAM – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), akan bersurat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait adanya dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesenian “Marching Band” bagi SMA/SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB.
Dugaan korupsi itu terindikasi merugikan negara sebesar Rp 750 juta. Dimana penyimpangannya diduga berupa penggelembungan (mark up) harga satuan barang. Penyalahgunaan wewenang Pejabat Pengambil Keputusan (PPK) proyek, diduga membuat kontraktor pemenang tender mendapat keuntungan.
“Menemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang berakibat pada timbulnya kerugian negara, dalam proyek senilai total Rp 2,5 miliar tersebut. Itu ada mark up harga per satuan barang,” ungkap Ketua Cabang PMII Mataram Abdul Kadir Jaelani saat aksi di depan Kantos Dinas Dikbud NTB, Kamis (20/12).
Dijelaskan, dalam kasus tersebut pihak Kepolisian Daerah (Polda) NTB menetapkan dua orang tersangka, yakni inisial MI dan Direktur CV EE inisial LB. yang mana mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih jauh dikatakan, proyek pengadaan alat kesenian itu digelontorkan sebanyak dua paket pada tahun 2017. Satu paket belanja modal dengan pagu (alokasi) anggaran sebesar Rp 1,7 miliar yang dalam hal ini, CV EE memenangkan tender dengan harga penawaran Rp 1,5 miliar.
Sedangkan paket kedua dianggarkan senilai Rp 1,06 miliar dimenangkan rekanan yang sama dengan penawaran Rp 982 juta.
Untuk diketahui, paket proyek belanja hibah itu berisi 17 item peralatan Marching Band untuk empat sekolah swasta. Sementara paket belanja modal diperuntukkan bagi lima sekolah negeri dan alat kesenian modern itu disebar ke sembilan sekolah se-NTB.
“Dugaan kasus korupsi di beberapa instansi di Provinsi NTB, seolah-olah tidak akan ada habisnya. Padahal Pemerintah Pusat saat ini sedang gencar-gencarnya menyuarakan, dan bahkan tidak segan-segan memberikan hukuman terhadap oknum yang melakukan tindak pidana korupsi,” kata dia.
Dalam orasinya sapaan Akije memaparkan, pada kasus dugaan korupsi itu telah ditangani aparat penegak hukum (APH). Namun selama perjalanannya, kasus tersebut belum mampu menyeret oknum Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Apakah Kepala Dikbud dalam hal ini H. Muh. Suruji sangat sakti sehingga susah dijerat APH?,” cetusnya.
Karena itu, harapan terakhir penyelesaiannya yakni melalui KPK, yang merupakan salah satu lembaga yang eksis melakukan operasi tangkap tangan (OTT), pada oknum yang melakukan transaksi pidana korupsi.
Padahal, menurutnya, pendidikan yang menjadi tonggak utama majunya SDM yang berilmu dan bermartabat, seharusnya bersih dari sarang korupsi.
Maka dari itu, PMII menuntut untuk menindak tegas para pelaku korupsi di NTB dan dihukum setimpal dengan apa yang diperbuat, meminta kepada penegak hukum agar mempercepat eksekusi pelaku dugaan suap alias korupsi di Dinas Dikbud NTB.
Selanjutnya, menuntut Kepala Dinas Dikbud agar segera memecat oknum pelaku dugaan korupsi alat Marching Band. Jika tidak, maka Kepala Dikbud segera turun dari jabatannya.
Selain itu, PMII mendukung dan mensuport KPK dalam memberantas segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia, serta PMII siap bekerja sama dalam upaya mencari titik terang “Lumbung Korupsi” di NTB.
Terkait hal itu, Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Dikbud NTB, L Mahnan saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu soal adanya dugaan permainan itu, karena pada tahun 2017 dirinya belum menjabat Kabid Kebudayaan.
Sementara saat disinggung terkait salah satu oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Mahnan memilih no coment.
Di satu sisi, Kepala Dinas Dikbud NTB, H. Muh. Suruji yang dikonfirmasi via WhatsApp enggan menanggapi dan lebih memilih diam.
Penulis : Kautsar
Editor : Red SKI
Komentar