SKI | Kerawang – “Kenapa bro hakimnya koq di non aktifkan?” Suara DR.Ilyas Ahli Pidana Narkotika terdengar dari ujung telphone seluler saya.
Untuk mendapatkan kejelasan dari Dosen FH di Unsika Kerawang ini, wartawan kamipun berinisiatif untuk bertemu langsung dengan beliau di Unsika Kerawang, Jum’at (3/6)
“Saya mendukung Jaksa melakukan upaya Hukum Kasasi, tetapi kurang sependapat hakimnya di non aktifkan, ini bisa jadi preseden buruk jika ada vonis hakim TIDAK sesuai dengan ekspektasi dakwaan, dan tidak sesuai dengan Opini media dan opini masyarakat, lantas hakim di non aktifkan?” Jelasnya.
“Hakim Harus Mandiri dalam Mengambil Keputusan berdasarkan bukti Materil di Persidangan, sangat mungkin terjadi Hakim berbeda pandangan dengan JPU dan Opini yang berkembang di masyarakat” paparnya lagi.
“Bukankah sistem peradilan kita sudah dibuat secara hirarki? Tidak puas dengan tingkat pertama ada Banding, Tidak puas dgn Banding ada Kasasi, tidak puas kasasi ada PK (Peninjauan Kembali)” kata mantan Kasi Rehabilitasi BNNP Cirebon ini.
“Bagaimana jika ternyata Hakim Benar? Bagaimana jika berdasarkan Bukti yg terungkap di persidangan, terdakwa TIDAK terbukti, dan aturan negara mengharuskan untuk di bebaskan?” Ujarnya lagi.
“Maka cara yg paling _elegant_ adalah perkara tersebut di uji di tingkat yang lebih tinggi” tegasnya.
“Sebagai Akademisi, Dosen di Fakultas Hukum Unsika putusan bebas hakim di non aktifkan, saya termasuk yang TIDAK sependapat, kalau hakim doyan narkotika yg di non aktifkan permanen, saya sangat setuju” jelasnya lagi.
Diketahui materi yg disidangkan di PN Palangkaraya tersebut, dengan dakwaan 114 ayat(2) Jo 55 dan 112 ayat(2) Jo 55, dan Hakimemvonis Bebas Terdakwa, dan JPU mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.
“Terhadap konstruksi hukum seperti itu, ketika saya dihadirkan sebagai Ahli, selalu mengingatkan, menilai pasal 114 dan 112 harus ekstra hati hati sebab ancamannya maksimal 20 tahun hingga vonis mati, kejelian yg sy maksud adalah jangan jangan dia ikut, atau mau jadi kaki tangan sang pemilik barang motifnya semata mata untuk bisa menikmati narkotika secara gratisan” ujarnya.
Sering di temukan seseorang ditangkap dengan Barang Bukti fantastis, tetapi sesungguhnya dia TIDAK terlibat aktif memperjualbelikan atau terlibat diperedaran gelap narkotika, sejatinya dia hanya pengguna aktif, untuk memudahkan hakim dalam menilai apakah terdakwa ada di pusaran peredaran atau Tidak.
“seyogyanya terhadap terdakwa di lakukan asesmen (TAT), sebab dari hasil asesmen medis, sosial, dan hukum, akan memberikan arah apakah hanya pengguna atau terlibat di peredaran gelap” kata Dosen Unsika ini.
“Saya juga sangat mendukung P4GN harus menjadi gerakan masif seluruh anak bangsa untuk menyelamatkan generasi muda” pungkasnya.(ynzr)