Diduga Indikasi Jual-Beli Tanah 25,8 Hektar Libatkan Mafia Tanah

SKI, Lampung Timur (SL) – Sedikit demi sedikit mulai terungkap ada indikasi titik celah tentang jual beli tanah seluas 25,8 hektar di Desa Tanjung Kencomo, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur senilai Rp.13 miliar.

Salah satu orang kepercayaan Ju dan BW bernama Akin bekerjasama dengan Niki yang menghendel proses pembelian tanah warga Desa Tanjung Kencono yang direncanakan untuk pembuatan usaha industri tapioka.

Akin diduga mengetahui dalam persoalan dana yang di janjikan kepada Narmi (45) Desa Tambah Subur, Kecamatan Way Bungur, Ia pun menjelaskan kronologis tentang berawal dari menghubungi Sauji, dari Bandar Lampung saat itu Sauji menganjurkan mendatangi Samsul Arifin Kepala Desa Tanjung Kencono . Setelah menemui Samsul, Akin serombongan langsung bergegas meninjau lokasi.

” Ia berawal dari percakapan melalui telpon Sauji tentang bagaimana teknisnya, kemudian dia, mengarahkan temui Kepala Desa ( Samsul,red), kemudian kami langsung survei ke lokasi lahan, negoisasi dan ikut mengukur dataran garis sempadan sungai (GSS) 8 hektar,” ungkapnya.

“Saya menduga Samsul dan Niki, tidak adil, malah uang masuk kantong pribadi mereka berdua,”jelasnya.

Inilah blundernya Samsul Lanjut Akin, “mengenai pembagiannya jelas ada untuk Sauji, Aku dan Narmi. Aku di kantor sama Niki. Di sana Niki berjanji kalau proyek itu tembus, nilai sekian dibuang (dibagi) untuk Samsul, untuk kita. Begitu tembus 10 ribu per meter dikalikan tanah darat 17,8 hektar itu masuk kas dia, tanah rawa 8 hektar masuk dia. Data tanah ada semua sama saya 25,8 hektar, Aku yang ngukur dasar pertama, Samsul ada,” tambahnya.

Berharap mendapatkan komitmen fee yang dijanjikan, Akin dan Narmi berbagi tugas. “Proyek ini yang buat saya sama Niki, yang kerja itu saya dari SB 16 terakhir ditempat Samsul, diel, karena dia udah di permafiaan tanah, cari yang murah. Dia nanya DAS itu, panjangnya ada 10-an hektar. Nanti selip tapi selip itu rumus, dari tanah masyarakat selip, intinnya disitu. Janji dia sama saya lumayan, janji sama Narmi dibelikan mobil inova, naik haji dan plus duit. Sebenernya dari duit itu ada yang dibagikan udah diem semua,”urainya.

Setelah pembagian tugas, di ukur di laporkan dengan jelas, dan Samsul tidak bekerja melainkan nerima sudah jadi.

” Kalau, saya, Niki dan Samsul itu tidak kerja, Namun Samsul yang tinggal menandatangani, dan yang dapat duit, ini, ini, ini, yang lain – lain cuman biaya operasional,”ulasnya.

Serakahnya Samsul, sesal Akin, ada yang fatal, Infaq Masjid dari masyarakat tiap bidang itu ditelan dia, katanya untuk AJB. Jadi semua (biaya) surat – surat (dibiayai) dari pusat (pembeli/perusahaan) gak ada dari petani siapapun yang minta seribu rupiah pun, semua ditutup (ditanggung) perusahaan. Untuk AJB kok minta dari petani itu salah, terus ada (Pembayaran) yang dikurangi 100 punya Mahfud, 60 Ferdiana.

“Kasian Narmi, kerjanya siang malam gak kenal hujan panas, itu tercepat 4 bulan, 5 bulan deal semua. Lama – lama nanti ketemu, kena batu bener Niki sama Samsul, Narmi juga dibohongi. Proyek itu belum berjalan, Niki mana berani nginjakkan kaki, kita tanya apa sudah beres semua, Infaq Masjid kemana, Niki ini judulnya sebab Niki ada dimana – mana, tiap daerah masuk jeruji, dimana mana kalo (Perusahaan) di pegang Niki ya pasti hancur dari Wira Tulang Bawang,” kesal Akin.

Ia menduga, hasil menipu Narmi, dibelikan Niki sapi 200 ekor, mobil 2 dan 1 rumah. Samsul ganti mobil inova baru dan dapet duit tanah DAS, sekarang harga yang tahu 60 cuma dia, gak ada yang tahu, Aku, Samsul sama Niki.

Selain itu warga juga mengeluhkan, “nantinya kalau benar mau di bangun pabrik singkong, kami di sekelilingnya akan kena dampaknya,”ujar Suratman warga Dusun 5 Desa Tanjung Kencono Sabtu, (09/03) di rumahnya.

” ijin lingkungan, terdapat sekitar 200 orang kepala keluarga (KK) masyarakat warga Dusun 5 Desa Tanjung Qencono Kecamatan Way Bungur tidak dimintai persetujuan atas rencana pembangunan kegiatan usaha tepung tapioka. Kalau petani nelayan yang penghasilannya dari sungai Way Bungur akan terkena dampak baik bau dan limbah meskipun tidak beracun namun merusak alat tangkap ikan nelayan berupa jaring,”khawatir nya.

Mengenai izin, tadinya yang dimintai tandatangan untuk izin lingkungan cuma 20 orang , didatangi satu persatu. Saya bilang ke Samsul, apa begitu caranya. Sedangkan nanti yang akan kena dampak kami. Akhirnya dikumpulin dirumah bayan (Kepala Dusun 5), tapi banyak yang gak datang. Ke Riyo (anak Niki) saya bilang, biar limbah gak ada racun tapi jaring kami berwarna coklat. Kami disini ada 7 orang cari ikan di sungai susah,”katanya.

Ketika dikonfirmasi atau klarifikasi Niki tidak dapat dihubungi atau memberikan balasan baik melalui sambungan telepon selularnya maupun whatssapp sama halnya sepertinya Samsul Sang Kepala Desa Tanjung Kencono.

Penulis : Berlian

Editor    : Red SKI

Komentar