SKI, Jakarta | Dugaan persekongkolan pejabat dengan kontraktor proyek rehab ruang kantor Suku Dinas Sumber Daya Air (Sudin SDA) Jakarta Pusat (Jakpus) TA. 2025 semakin terang benderang dan mulai terungkap.
Satu persatu kejanggalan dan penyimpangan terhadap penunjukan perusahaan pemenang tender, PT. Nata Bangun Prima mulai terkuak.
Diantaranya, alamat perusahaan diduga fiktif atau tidak sesuai dengan yang tercantum pada dokumen detail badan usaha.
Namun sangat disayangkan, penanganan dugaan penyalahgunaan kewenangan dan praktik persekongkolan belum menunjukkan perkembangan berarti hingga saat ini.
Sejumlah pejabat yang disebut terlibat dalam dugaan penggunaan Satgas Pasukan Biru untuk mengerjakan proyek yang sudah dikontrakkan kepada pihak ketiga, juga belum tersentuh rekomendasi tindakan hukum maupun pemeriksaan internal.
Kepala Seksi Pemeliharaan Drainase Sudin SDA Jakarta Pusat, Citrin Indriati, disebut belum direkomendasikan sanksi hukum disiplin meski namanya muncul dalam laporan masyarakat.
Selain itu, dugaan persekongkolan yang melibatkan pejabat bersama sejumlah oknum pegawai negeri sipil lainnya juga belum mendapatkan tindak lanjut nyata.
Inspektorat diduga lamban bahkan diduga tidak punya nyali untuk memeriksa Kasudin SDA Jakpus Adrian Mara Maulana dkk.
Koordinator Hukum dan Investigasi LSM/NGO Jaring Pelaksana Antisipasi Keamanan (Jalak), M Syahroni, mengatakan bahwa Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) seharusnya sigap dan berani menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai kewenangannya.
Namun, katanya, Inspektur Pembantu Wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat, Rianta Widya Amalia, diduga tidak berani memeriksa para pejabat terkait untuk mengungkap dugaan praktik persekongkolan.
Syahroni menegaskan bahwa dugaan praktik kolusi antara kasudin dan sejumlah pejabat lain dengan pihak kontraktor telah dilaporkan kepada Inspektorat Wilayah Kota Jakarta Pusat.
Laporan menyoroti potensi kerugian negara terkait proyek yang diduga sarat penyimpangan dan berpotensi kerugian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Proyek rehabilitasi ruang kantor yang berlokasi di Gedung Wali Kota Jakpud, Jl. Tanah Abang I No. 1, Blok D, Lantai 7 itu disebut sarat penyimpangan sejak tahap awal.
Penunjukan PT. Nata Bangun Prima sebagai pemenang tender diduga menabrak ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Menurut Syahroni, perusahaan tersebut seharusnya gugur saat pemasukan dan evaluasi dokumen karena tidak memenuhi kualifikasi penyedia untuk pekerjaan dengan nilai pagu proyek sebesar Rp 1.938.462.359.
Nilai tersebut masuk kategori pekerjaan untuk perusahaan berkualifikasi usaha kecil, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021.
Namun, berdasarkan penelusuran di situs LPJK, PT Nata Bangun Prima tercatat sebagai perusahaan berkualifikasi usaha menengah. Ketidaksesuaian itu memunculkan dugaan adanya intervensi atau persekongkolan yang patut ditelusuri lebih jauh oleh inspektorat.
“Penawaran hingga kontrak juga diduga 99 persen dari Harga Perhitungan Sementara (HPS).
Potensinya dapat merugikan negara yang bersumber dari APBD DKI,” terang Syahroni, Selasa (16/12/2025).
Terkait alamat perusahaan diduga fiktif, wartawan berupaya konfirmasi terhadap manajemen PT. Nata Bangun Prima yang tercantum beralamat di Graha Komando, Jl. Cipinang Indah Raya No. 1, Jakarta Timur, tidak membuahkan hasil.
Petugas gedung mengaku tidak mengenal keberadaan perusahaan tersebut. Petugas keamanan gedung berinisial RH (61) menyebut perusahaan itu hanya numpang alamat dan tidak pernah terlihat beraktivitas di lokasi gedung.
“Mereka (PT Nata Bangun Prima/red) hanya numpang alamat dan tidak pernah ke sini,” ujarnya, Selasa (9/12/2025).
Sementara itu, pejabat Sudin SDA Jakpus belum memberikan keterangan. Berulang kali dikonfirmasi wartawan, Citrin,
tidak berkenan memberikan tanggapan. Demikian juga Kasudin Adrian. (Sahala)









