oleh

ILawNet Layangkan 5 Tuntutan Terkait Vonis MA Kepada Baiq Nuril Maknun

SKI – JAKARTA – Menanggapi putusan MA atas vonis bersalah kepada Baiq Nuril Maknun, Internet Lawyer Network (ILawNet) menyampaikan 5 pendapat terhadap putusan MA dan 5 poin tuntutan kepada PEMERINTAH serta DPR RI, Jum’at (16/11/18).

Berikut isi dari PENDAPAT dan TUNTUTAN lengkap ILawNet yang dikirim ke awak media SKI.

5 Tuntutan ILawNet Terkait Kasus Baiq Nuril.

Baiq Nuril korban pelecehan seksual divonis oleh Hakim Mahkamah Agung pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan karena terbukti melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE.

Atas vonis tersebut, kami berpendapat,

Pertama, Mahkamah Agung dalam mengambil keputusan tidak memahami duduk perkara secara utuh. Dalam pemeriksaan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram, telah terbukti bahwa transmisi informasi elektronik berupa rekaman telefon tersebut bukan dilakukan oleh Baiq Nuril, melainkan oleh rekan kerjanya. Apabila mengacu kepada ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE, maka Baiq Nuril tidak dapat dikatakan melakukan transmisi terhadap informasi elektronik tersebut.

Kedua, Kami berpendapat bahwa Mahkamah Agung dalam memeriksa perkara ini tidak memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan khususnya pada Pasal 2 mengenai Asas dan Tujuan. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Hakim mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum harus berdasarkan asas non-diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Pada Pasal 6 poin b dan c juga disebutkan bahwa Hakim dalam mengadili dapat melakukan penafsiran peraturan perundang-undangan agar dapat menjamin kesetaraan gender, perlindungan yang setara dan non diskriminasi. ILawNet berpendapat bahwa jika Mahkamah Agung benar-benar memperhatikan ketentuan ini, maka Mahkamah Agung akan dapat melihat kondisi yang sebenarnya secara utuh, bahwa Baiq Nuril sebenarnya adalah korban pelecehan seksual, yang sudah sepatutnya diberikan perlindungan.

Ketiga, putusan MA Nomor 574K/Pid.Sus/2018 ini semakin meyakinkan bahwa memang terdapat persoalan mendasar di dalam UU ITE, baik itu Pasal 27 ayat 1 maupun pada pasal-pasal lain yang sering digunakan untuk membungkam ekspresi di dunia maya. Kasus layaknya kasus Baiq Nuril ini bukan pertama kali terjadi. Pada 2009, misalnya terjadi kasus Prita Mulyasari yang dipidana karena menyampaikan keluhannya terhadap pelayanan RS Omni dan juga kasus Wisniati, seorang ibu rumah tangga di Bandung yang dipidana karena telah melakukan percakapan yang dianggap asusila melalui media sosial.

Tidak menutup kemungkinan kasus-kasus serupa akan terus terjadi jika Pemerintah dan DPR tidak segera melakukan revisi terhadap ketentuan karet dalam UU ITE. Ketentuan dalam UU ITE akan memakan lebih banyak korban, khususnya perempuan, anak-anak, dan juga orang miskin. Berdasarkan pengalaman LBH Pers dalam menangani kasus-kasus ITE yang berkaitan dengan korban pelecehan seksual misalnya, seringkali korban terpaksa lebih memilih diam daripada mengungkapkan pengalamanya. Hal tersebut dipilih karena adanya UU ITE justru tidak melindungi kepentingan korban, namun sebaliknya besar kemungkinan menyasar balik korban.

Atas hal tersebut, Kami mendesak:

1. Pemerintah dan DPR segera melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UU ITE dan melakukan revisi UU ITE, khususnya berkaitan dengan ketentuan-ketentuan karet yang ada di dalamnya yang berkaitan erat dengan kebebasan berekspresi, agar tidak memakan lebih banyak korban ke depannya.

2. Presiden Joko Widodo untuk segera memberikan Amnesti kepada Baiq Nuril dengan melalui pertimbangan DPR.

3. DPR RI untuk memberikan pertimbangan dan mendukung Presiden Joko Widodo untuk memberikan Amnesti atas dasar rasa keadilan bagi korban.

4. Mahkamah Agung, seluruh peradilan di tingkat pertama maupun banding, serta aparat penegak hukum untuk mengevaluasi pelaksanaan UU ITE yang dapat membatasi HAM warga negara dan menerapkannya dengan kehati-hatian.

5. Mahkamah Agung juga harus memperhatikan penggunaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan yang berhadapan dengan Hukum pada perkara yang melibatkan perempuan sebagai komitmennya yang sudah menyusun salah satu peraturan internal yang dinilai progresif, (15 November 2018).

Internet Lawyer Network (ILawNet)
Lembaga :
LBH Pers
LBH Pers Makassar
LBH Pers Manado
LBH Pers Padang
LBH Makassar
LBH Mataram
LBH Manado
LKBH FH Universitas Mataram
LKBH FH Universitas Andalas
ICJR
ELSAM
BKBH Fak. Hukum Universitas Mataram
LIBU PEREMPUAN SELAWESI TENGAH

Individu:
Asep Komarudin SH
Fajriani Langgeng SH
Aziz Fauzi SH (Penasehat Hukum Nuril)

Penulis : Rahmatul Kautsar

Editor    : Red SKI

Komentar