Indikasi Penggelembungan Suara, PIP PKS Malaysia Minta Penghitungan PSU Pos Disetop

SKI, Jakarta – Ketua PIP PKS Malaysia Dr Ali Sophian Kuala Lumpur — Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP) PKS Malaysia mengendus dugaan penggelembungan suara oleh salah satu caleg dan partai pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pos di Kuala Lumpur, Malaysia.

Ketua PIP PKS Malaysia Ali Sophian menjelaskan, PSU Jalur Pos digelar karena temuan surat suara tercoblos atas nama Caleg Nasdem Davin Kirana yang menghebohkan beberapa waktu lalu.

Kemudian, papar Ali, saat perhitungan hasil PSU POS hingga Kamis (16/5/19) lebih dari 16 ribu dari 22.807 surat suara dimiliki Davin Kirana. Hal ini, papar Ali, membuat banyak partai politik curiga termasuk PKS.

“Kecurigaan ini bertambah dengan temuan alamat fiktif, yaitu di Pekan Sekinchan, dengan pemilih yang mencapai ratusan dan bahkan ribuan, dan kemungkinan adanya alamat yang dipergunakan seperti ini ada beberapa. Hal ini dikuatkan dengan temuan Panwaslu yang kami dengar,” papar Ali dalam paparannya, Kamis (16/5/19).

Atas temuan tersebut, Ali meminta dan mendukung agar Panwaslu mengusut dan mengungkap keterlibatan salah satu caleg dalam dugaan penggelembungan suara di PSU Pos Kuala Lumpur.

Kedua, ujar dia, mendukung Panwaslu untuk mengusut dan menjelaskan adanya penggelembungan serta penggunaan alamat yang tidak benar atau fiktif, seperti di daerah Pekan di Sekinchan.

“Sebelum jelas keberadaan dan validitas surat suara yang ada, kami juga menyatakan menolak keinginan PPLN KL untuk melanjutkan penghitungan atas surat suara sekitar 62 ribu yang kabarnya telah diterima oleh PPLN KL pada hari ini, tanggal 16 Mei 2019,” papar dia.

Ali merasa sangat prihatin atas rendahnya kualitas PSU di Malaysia yang telah menelan miliaran rupiah dana negara dan begitu banyak waktu dan tenaga dari seluruh stakeholder.

Sementara itu Farouk Abdullah Alwyni selaku Kepala Biro Pelayanan Luar Negeri dan Diplomasi Publik Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ketika dihubungi oleh reporter via telepon Ahad, (19/05/19).

Menyatakan, “Berdasarkan laporan investigasi PIP PKS Malaysia terlihat jelas bahwa keabsahan dari sebagian besar para pemilih dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) melalui Pos di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur patut diragukan.” ujarnya.

“Terlebih lagi hasil PSU yang dalam jumlah puluhan ribu hanya mengarah kepada satu calon legislatif dari Partai Nasional Demokrat yaitu Davin Kirana, yang merupakan anak dari Duta Besar RI di Malaysia, Rusdi Kirana,” imbuh Farouk.

“Sehubungan dengan hal diatas sudah selayaknya jika KPU tidak bisa “tutup mata” terhadap apa yang terjadi dalam proses PSU di PPLN Kuala Lumpur.

Bagaimana mungkin KPU bisa membiarkan terjadinya sebuah pemilihan dimana sebagian besar pemilihnya, yang dalam jumlah puluhan ribu adalah fiktif ? Hal ini tentunya akan sangat menghancurkan kredibilitas KPU sendiri, dan juga prosesi demokrasi di Indonesia.”
tutur Farouk yang juga se Dapil DKI 2 Luar Negeri dengan Davin Kirana ini.

“Apa yang terjadi dengan PSU di PPLN KL kemungkinan adalah satu bukti riel dari sebuah kecurangan yang sangat masih dan terstruktur.
Kami juga mengharapkan Panwaslu untuk mengambil tindakan hukum yang semestinya untuk menginvestigasi apa yang terjadi dalam PSU di PPLN KL.” ungkap Farouk.

“Terakhir, karena apa yang terjadi dapat juga mengindikasikan sebuah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang kasar (gross abuse of power) dari Duta Besar Indonesia (Rusdi Kirana) di Malaysia dalam kerangka mendukung keberhasilan anaknya (Davin Kirana) menjadi Anggota Legislatif/Dewan maka sudah sewajarnya jika Kementerian Luar Negeri juga mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menginvestigasi hal tersebut dan mengambil tindakan yang semestinya untuk mengembalikan kewibawaan perwakilan luar negeri bangsa Indonesia, yang jika diperlukan bahkan dengan memecat/memberhentikan Rusdi Kirana dalam posisinya sebagai Duta Besar RI di Malaysia. Hal ini perlu dilakukan dalam kerangka menjaga kredibilitas KBRI di Malaysia itu sendiri.” pungkas Farouk yang juga Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) ini. 

Penulis : Fri

Komentar