oleh

Kemenperin Dorong Industri Untuk Serap Bahan Baku dan Tenaga Kerja Lokal

SKI – Lampung – Kementerian Perindustrian konsisten mendorong jalannya program hilirisasi sektor manufaktur di dalam negeri. Salah satu yang mendapat prioritas dalam pengembangannya adalah sektor berbasis sumber daya alam, seperti industri makanan dan minuman.

“Pemerintah masih fokus untuk memperkuat industrialisasi, karena dinilai penting memberi efek yang luas bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui peningkatan pada nilai tambah bahan baku dan penyerapan tenaga kerja lokal, serta penerimaan devisa dari ekspor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika mengunjungi PT. Great Giant Pineapple di Lampung Tengah, Jumat (23/11).

PT GGP merupakan perusahaan penghasil produk nanas dalam kaleng ketiga terbesar di dunia. Bahkan, menjadi terbesar di dunia dalam hal produksi yang terintegrasi dengan lahan pertanian nanas milik sendiri.

“Ini salah satu industri yang berbasis ekspor dan semua bahan bakunya dari lokal. Industri hortikultura ini harus terus didorong karena dapat meningkatkan nilai tambah tinggi dan menyerap tenaga kerja besar. Industri ini yang juga mempunyai daya saing kuat,” papar Menperin.

PT GGP saat ini memiliki kapasitas produksi nanas dalam kaleng sebesar 200.000 ton per tahun, dengan nilai investasi sudah mencapai Rp500 miliar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 20.000 orang. PT. GGP juga telah menerapkan manajemen zero waste production dan membentuk ekosistem rantai pasok yang terintegrasi dari hulu ke hilir di seluruh rantai nilai usahanya.

Produk yang dihasilkan PT GGP meliputi nanas dalam kaleng, jus serta konsentrat nanas yang telah dipasarkan ke lebih dari 60 negara tujuan ekspor. “Kami mendapat laporan, nilai ekspornya sudah menembus hingga USD300 juta per tahun,” imbuhnya.

Menperin juga memberikan apresiasi kepada PT GGP karena melakukan pengembangan lahan pertanian yang mencapai 33 ribu hektare untuk mendukung bahan baku yang digunakan di pabrik Terbanggi, Lampung Tengah. “Sehingga bahan baku lokal dapat diolah menjadi produk bernilai tambah untuk pasar ekspor,” jelasnya.

Guna memacu daya saingnya, PT GGP telah mendapatkan fasilitas subkontrak kawasan berikat yang baru diberikan pertama kali oleh pemerintah. Diharapkan fasilitas ini mampu menekan faktor biaya produksi menjadi lebih efisien sehingga mendorong peningkatan hasil panen kelompok tani utamanya produk pisang segar di Kabupaten Tanggamus, Lampung Timur.

“Petani jadi subkontrak kami. Mereka bisa menikmati kualitas pupuk dari kami tanpa membayar biaya depot,” ujar Direktur Marketing PT GGP Yosep Lay. Menurutnya, setiap hari, perusahaan panen nanas sebanyak 1800-2000 ton per hari. “Setiap hari harus ekspor sekitar 40 kontainer,” imbuhnya.

Lay menambahkan, ekspor buah segar PT. GGP merambah negara-negara di Timur Tengah, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Malaysia dengan jumlah total sekitar 4.000 kontainer tiap tahunnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Abdul Rochim menyampaikan, berdasarkan hasil kinerja PT GGP tersebut, memberikan harapan besar untuk masa mendatang bahwa industri makanan dan minuman nasional akan terus berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

“Sektor industri makanan dan minuman di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang besar karena didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar,” terangnya. Apalagi industri makanan dan minuman merupakan satu dari lima sektor yang terpilih menjadi pionir dalam penerapan idnustri 4.0 di Tanah Air sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Industri makanan dan minuman mampu menunjukkan kinerja yang gemilang, dengan pertumbuhan sebesar 9,74 persen pada periode Januari-September tahun 2018. Capaian itu jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,17 persen di periode yang sama. Selain itu, berkontribusi sebesar 35,73 persen terhadap PDB industri nonmigas.

Selanjutnya, pada semester I tahun 2018, investasi untuk PMDN sektor industri makanan mencapai Rp20,1 triliun dan industri minuman sebesar Rp1,3 triliun. Sedangkan, nilai investasi PMA sektor industri makanan mencapai USD498,07 juta dan sektor industri minuman sebesar USD62,52 Juta.

Sumber : Kemenperin

Editor     : Red SKI

Komentar