oleh

Lima Mahasiswa STT Ekumene Di Polisikan, Dr. Yohanes Ungkap Kejanggalan

SKI | Jakarta – Terkait Laporan polisi terhadap lima mahasiswa STT Ekumene, Dr. Yohanes Parapat yang mengajar beberapa mata kuliah dikampus tersebut memberikan pernyataan terkait laporannya di polda metro jaya.

Sesuai dengan laporan, Ada beberapa yang mengikuti mata kuliah akan tetapi tidak mengerjakan tugas, ada juga yang absensinya kurang sesuai dengan peraturan, kalau kita katakan 16 kali pertemuan sebagaimana umumnya sebuah perkuliahan ada yang dibawah 70% atau 80% dimana dalam ketentuan dikampus kami, minimal orang harus hadir tidak kurang dari 70%, jadi ada beberapa kondisi ya, jadi tidak semuanya karena tidak hadir, ada yang hadirnya kurang dan juga yang tidak mengerjakan tugas, ungkap Dr. Yohanes Parapat kepada awak media di jakarta selatan, selasa (08/02/22).

“Yang pasti saya sudah menyampaikan laporan ke pimpinan prodi, bahwa ini mahasiswa yang mengikuti di kelas saya, ini nilai yang penuh dan ini ada yang belum penuh atau belum ada nilainya karena belum menyelesaikan tugas dan lain hal, lalu bagaimana pimpinan prodi memprosesnya sampai ke atas itu saya tidak terlalu mengikuti alurnya”, ucap Dr. yohanes Parapat.

“Kalau tugasnya belum selesai maka nilainya tidak komplit sehingga belum keluar nilai di akhirnya tidak ada angka atau hurufnya”, tegasnya.

Terkait adanya kedekatan khusus antara kelima mahasiswa tersebut dengan atasan di STT Ekumene, dirinya enggan memberikan komentar terkait hal tersebut.

Lebih lanjut, sebelum masuknya laporan ke rana hukum, dosen tersebut sebelumnya sudah mengupayakan berbagai cara baik melalui whatsapp ke mahasiswa maupun ke pimpinan Prodi, untuk memberi tahu bahwa ada tugasnya yang belum selesai dan belum ada nilai, memang ada beberapa dari mahasiswa tersebut yang merespon dengan baik dan menjawab nanti kami akan kumpulkan dan lain sebagainya, akan tetapi saya belum memerima tugasnya. Lalu, selanjutnya saya juga menggunakan E-mail untuk mengingatkan kembali akan hal tersebut, ada yang menjawab iya, dan pada intinya mereka sudah menerima E-mail tersebut akan tetapi tetap saja tidak terkumpul maupun saya tidak menerima tugasnya, tandasnya.

Langkah selanjutnya, saya menggunakan undangan klarifikasi melalui kuasa hukum yang dilontarkan ke mahasiswa tersebut maupun ke pihak kampus, akan tetapi mereka tidak hadir juga. Lalu kita menggunakan somasi, kemudian dijawabnya sudah terlambat dan tidak sesuai subtansinya apa yang kita persoalkan dan juga tidak dilampiri dengan dokumen-dokumen untuk menjawabnya. Sudah empat cara kita lakukan.

“Harapan saya, sekolah ini bisa dikelolah dengan baik, apalagi kan ini sekolah al kitab, sekolah teologi, tentu kita harap prosesnya semua benar”. Itulah yang membuat saya pada akhirnya tidak ada pilihan setelah saya sudah menggunakan empat cara tersebut. Hingga akhirnya kita membuat laporan berharap akan ada kebenaran yang di ungkap, setelah sebelumnya kita sudah bertanya maupun mengundang untuk menjelaskan akan tetapi tidak hadir, tandasnya.

Diketahui, kelima mahasiswa tersebut mengambil jenjang S2 Magister di STT Ekumene Kelapa Gading. 5 mahasiswa yang belum menyelesaikan tugas mata kuliah yang di ampu oleh Dr. yohanes Parapat namun dapat mengikuti Wisuda oleh STT. Beberapa kali Dr. Yohanes telah memperingatkan Pihak STT maupun Ke lima mahasiswa tersebut agar mencabut Gelar S2 tersebut dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang diberikan oleh Dr. Yohanes Parapat terlebih dahulu. Namun peringatan Dr Yohanes tersebut tidak di hiraukan oleh Pihak STT maupun Ke lima mahasiswa tersebut sehingga berujung pada Laporan Polisi.

Disisi yang sama, kuasa hukum Dr. yohanes Parapat, Christo Laurenz Sanaky S.H dan Edy Surya Surbakti. S.H. yang mendampingi juga buka suara dan menuturkan, terkait klien kami hingga sampai keranah hukum, hanya ingin mencari tahu kebenaranya, karena klien kami seorang dosen yang sudah berupaya bertanya terkait hal tersebut yang sudah dijelaskan oleh Dr. Yohanes tadi yang tidak bisa mereka (mahasiswa) jawab, mangkanya akhirnya kita ke ranah hukum supaya nanti bisa dibuka di pengadilan, dan akhirnya nanti kita bisa tahu. Karena waktu kita berikan somasi juga tidak ada jawaban yang sesuai subtansinya, justru mangkanya kita ke ranah hukum ya supaya mendapatkan jawabanya, bukan karena mereka harus di hukum, tegas Edy Surya Surbakti. S.H.

Christo Laurenz Sanaky S.H Juga menegaskan, intinya kami sudah melayangkan somasi sebelumnya, dan memang sudah ada jawab cuma memang dalam somasi itu kita kasih waktu 2×24 jam, cuma mereka menjawab setelah sudah dalam waktu 3×24 jam dan balasan mereka juga tidak subtansial, apa yang kita harapkan tidak sesuai, jadi tidak menjawab apa yang jadi keinginan klien kami, karena tidak sesuai, mangkanya kita menempuh dengan laporan ke Polisi.

Kuasa hukum juga berharap, selain menunggu penyelidikan dari pihak kepolisian, klou memang ada dari pihak murid (mahasiswanya) yang ingin mau menghadap ke klien kami agar ada penyelesaian permasalahan ini, klien kami sebagai pengajar (dosen) terbuka untuk hal tersebut, ungkap Edy.

Untuk diketahui, Lanjut Edy, di negara kita ini kalau ada suatu perkara di polisi yang menggunakan kantor hukum atau lawyer itu konotasinya pasti itu masalah besar, sebenarnya tidak, inikan fungsi kita sebagai lawyer karena klien kami punya kesibukan lain pada akhirnya dikuasakan ke kami untuk masalahnya di kepolisian, jadi banyak orang berfikiran kalau sudah pakai kuasa hukum sudah sampai ke polisi oh ini ada masalah apa, ada apa, ini hanya masalah dosen ke mahasiswanya antara guru ke murid, apapun masalah yang kita bawa keperadilan di negara kita ini adalah ingin mengetahui kebenaranya. Jadi bukan karena dendam, pengennya apa itu ga ada, tetap kasih sayang seorang guru terhadap muridnya, kalau memang besok para murid mau menghadap gurunya ya tetap akan diterimanya, harapnya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan secara resmi dari pihak kampus STT Ekumene. (red).