SKI | Jakarta–Diskusi publik problematika politisasi Identitas jelang pemilu 2024 ,acara berlangsung di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Rabu (17/05/2023).
Acara yang di hadiri oleh Dosen Magister Komunikasi Fisip UMJ Prof.Dr .Siti Zuhro, M.A ,
– Dekan Fisip UMJ Dr Evi Satispi, M.Si , Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fisip UMJ Ikhwanul Aulia.
Dengan Narasumber :
– Dr Ma’mun Murad, M. Si (Rektor universitas Muhammadiyah Jakarta).
– Dr Muhammad Iqbal ( Jubir PKS).
– Dr Ahmad Basarah ( dpp PDI -P).
– Willy Aditya, S.Fil .,M.T ( Ketua DPP Partai Nasdem).
– Dan Rocky Gerung ( Pengamat Politik).
Ketua Panitia :
Syamsul Jahidin.,S.I.KOM., S.H., M.M. (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi).
Adapun materi yang dibahas yakni Pemilu adalah momen penting bagi sebuah negara demokratis. Dalam Pemilu, masyarakat memiliki hak suara untuk memilih calon yang dianggap paling sesuai dan mewakili kepentingan mereka.
Namun, seringkali pemilihan politik diwarnai dengan politik identitas yang berlebihan, di mana identitas kelompok tertentu digunakan sebagai komoditas untuk memperoleh keuntungan politik atau kekuasaan.
Di Indonesia, politik identitas sebagai komoditas sudah menjadi tren dalam pemilu. Beberapa partai politik menggunakan identitas kelompok tertentu seperti agama, etnis, suku,
dan golongan sebagai strategi untuk memenangkan pemilihan. Namun, penggunaan identitas kelompok sebagai komoditas politik ini dapat meningkatkan polarisasi sosial dan mengarah pada konflik yang merugikan seluruh masyarakat.
Antisipasi terhadap politisasi identitas tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan
kesadaran publik tentang praktik-praktik ini, serta dengan mempromosikan dialog dan
kerjasama antar kelompok dalam masyarakat.
Hal ini dapat membantu mengurangi polarisasi
dan konflik yang seringkali terkait dengan politisasi identitas.
Namun, dampak politisasi identitas yang berlebihan dapat menjadi negatif, karena dapat
menjadi ancaman bagi sila ketiga Pancasila (Persatuan Indonesia) termasuk meningkatkan
ketegangan antar kelompok, terutama jika politik identitas digunakan sebagai alat untuk
memecah belah masyarakat. Hal ini juga dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu penting yang
mungkin lebih relevan dengan kepentingan publik secara keseluruhan.
Selain itu, politisasi identitas dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang
merugikan, seperti meningkatnya diskriminasi dan eksklusi sosial, yang dapat berdampak
negatif pada stabilitas politik dan sosial suatu negara. Oleh karena itu, politisasi identitas tidak
boleh digunakan dalam setiap pemilu/pilkada, khususnya pada pemilu serentak 2024.
Sementara “Muhammad Iqbal, kepada awak media menilai, bahwa Politik identitas merupakan agenda seting yang mungkin khawatir kalau isu politik polaritas akan terulang lagi ,trauma kekakalahan itu jadi ini adalah agenda setting, sehingga nanti orang tidak berani berkampanye dengan identitas nya apa lagi bagi partai berbasis agama, karena kata dia tidak mungkin partai Islam tidak mengemukakan identitas nya jadi bagi kami politik Identitas merupakan agenda setting,” ucap Iqbal.
Masih Iqbal, selagi tidak mengkafirkan, tidak mengancam, tidak menjelek jelek kan saya kira politik identitas tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat, sekali lagi kata iqbal yaitu popularitas yang mengancam, menjelek jelekan, yang apa bila tidak memilih maka akan masuk neraka itu yang tidak boleh,”tegasnya.
Namun itu tidak pernah dilakukan partai politik , tapi dilakukan oleh kelompok kelompok yang marah, tersinggung oleh isu penista agama di Jakarta. (Why).