SKI | Jakarta – Ngonten (ngomongin tentang narkotika) bersama Pak Darmawel, SH, MH. teman lama ketika Dr Anang Iskandar bertugas di BNN mengenai Peraturan Bersama (Perber) tahun 2014 tentang penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika kedalam lembaga rehabilitasi.
Pak Darmawel bertanya kenapa Perber tersebut tidak dievaluasi dan dijadikan pedoman dalam menyusun aturan tenis masing masing Kementrian dan Lembaga?
Dr Anang Iskandar yang dikenal sebagai bapak rehabilitasi menjelaskan sudah nggak punya kewajiban mengevaluasi Perber 2014 karena sudah pensiun jadi sudah tidak pernah monitor lagi.
Mestinya Perber harus dievaluasi sesuai dinamika perkembangan penanganan narkotika.
Sekarang ini rehabilitasi tidak pernah disosialisasikan lagi baik di lingkungan Mahkamah Agung, dilingkungan Kejaksaan Agung dan Polri. Secara yuridis penegak hukum terhadap penyalah guna narkotika dilakukan secara rehabilitatif, utamanya hakim wajib untuk menolong penyalah guna narkotika yang nota bene penderita sakit kecanduan narkotika, agar penyalah guna mendapatkan rehabilitasi melalui putusan hakim.
Hakim diberi kewenangan dan kewajiban UU untuk mendekriminalisasi penyalah guna narkotika berdasarkan pasal 127 ayat (2) untuk memperhatikan pasal pasal rehabilitatif dan menggunakan kewenangan untuk memetus atau menetapkan terdakwa penyalah guna bagi diri sendiri menjalani rehabilitasi (pasal 103).
Tapi sayang penyalah guna narkotika diperlakukan seperti pelaku kejahatan kejahatan kovensional dituntut dan didakwa berdasarkan KUHAP dan KUHP, diadili dan dijatuhi hukuman berdasarkan KUHAP dan KUHP. Pertanyaannya untuk apa dibuat UU khusus narkotika ? kalau proses penuntutan dan pengadilannya berdasarkan KUHAP dan dijatuhi hukuman be rdasarkan KUHP. (Ijal).












