DR.Ilyas : Vonis Hakim Dalam Perkara Narkotika, Tanpa Memperhatikan Rekom TAT Adalah Putusan Janggal

SKI | Jakarta – Di ruang 2 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan digelar sidang Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Narkotika, atas nama pemohon Ki Ageng kindi yg di hukum 5 th 1 bulan, Rabu (25/5).

Pada sidang PK tersebut juga menghadirkan Ahli Dr Ilyas .SH,MH dari Fakultas Hukum Unsika Karawang, Ahli Hukum Pidana Narkotika ini sangat Familiar di lingkungan PN Jaksel, karena sering nya mendapat undangan untuk memberi keterangan sebagai Ahli dalam perkara narkotika .

“Mohon Ahli menjelaskan, apakah barang bukti GANJA SUSU ada dalam peraturan menteri kesehatan atau dalam regulasi” tanya Penasehat Hukum Pemohon Bustaman.SH.

Menjawab pertanyaan itu ahli dengan tegas belum menemukan istilah ganja susu.

“Dua zat itu berbeda sekali, yg di atur dalam peraturan menteri kesehatan adalah ganja masuk dalam kategori narkotika golongan 1, sedangkan susu tidak ditemukan dalam peraturan menteri kesehatan sebagai narkotika” jelas DR.Ilyas.

“Lantas apa pendapat ahli jika seseorang di hukum dengan barang bukti ganja susu?” Kejar Sang Pengacara.

“Hukum Pidana itu mengejar kebenaran materiil, artinya kebenaran yg sesungguhnya, jika Bukti yang berupa ganja susu menjadi pijakan Putusan, ini terjadi kekacauan hukum, sehingga putusan yg mendasarkan kepada alat bukti yg tidak valid, harus dihindari” terang Ahli.

“Sebab sangat berbahaya menguhukum orang dengan dasar yg barang buktinya _debatibel_, untuk menguji kesakhihan barang bukti tersebut, harus ada hasil uji lab, seberapa banyak kandungan ganja dan susunya” tegas DR.Ilyas.

Diketahui bahwa sang Ahli, DR.Ilyas,SH.MH, yang pernah menjabat Kasi Rehabilitasi di BNNP Cirebon ini sangat sering membantu orang-orang yang terpapar Narkoba, terutama Pecandu.

Persidangan berjalan komunikatif dan menarik, bahkan Ketua Majelis Hakim mengakui ahli yg di hadirkan memberikan tambahan pengetahuan yg bermanfa’at.

Ketua Majelis Hakim menanyakan
“apakah setiap perkara narkotika, untuk membedakan antara pelaku peredaran dan pengguna harus di asesmen?” Ujarnya

“Mutlak harus di asesmen, sebab melalui team asesmen terpadu (TAT) team akan membuat rekomendasi, apakah terdakwa dalam kecanduan zat atau tidak” jelas Ahli.

“Team juga akan merekomendasikan, apakah terdakwa masuk dalam jaringan peredaran gelap atau Tidak, sebab team asesmen terpadu (TAT) akan melakukan pengujian secara mendalam Baik sisi medis dan aspek hukum” paparnya.

Sementara salah satu anggota majelis meminta penjelasan kepada ahli, apakah syarat untuk mengajukan PK?
Ahli menjawab PK di lakukan oleh pemohon atau kekuarganya, karena diyakini hukuman yg dijatuhkan tidak adil, ada cacat hukum sehingga meminta untuk di periksa ulang.
“Apakah ahli melihat dalam perkara PK ini ada cacat hukum?” kejar Hakim Anggota.

“Saya tidak melihat langsung berkas perkara yg di gelar ini, karena saya sebagai ahli, hanya pendekatan teori dan ilmu pengetahuan” jelas Dosen Di Fakultas Hukum Unsika ini.

“Jika dalam memutus perkara narkotika dengan pasal 114 ayat (2) dan divonis 5 th dan 1 bulan ini janggal, sebab ancaman pasal tersebut sangat keras sampai pidana mati manakala sungguh sungguh terbukti 114 ayat 2” katanya.

“Untuk memenuhi unsur 114 ayat 2, barang buktinya harus besar dan valid, ada petunjuk transaksionalnya, jelas dari siapa kepada siapa, dan Aliran uang nya cukup besar, bahwa Pelaku 114 ayat 2 cenderung pelaku Tidak menggunakan narkoba” kata Mantan Reporter RRI Cirebon ini.

Lantas bagaimana kalau dia menggunakan dan juga menjual?”
“Di TITIK inilah Hakim harus JELI, kecenderungan terdakwa dimana,? peredarankah? atau penggunakah?” Tegas Ahli.

“Peredaran harus diukur besarnya BB dan tidak positif menggunakan, pengguna BB nya kecil dan positif menggunakan” jelas ahli .

“Apakah ketidak lengkapan berkas, seperti Tidak ada rekom Asesmen berarti hakim keliru memutus perkara?” Tanya Hakim Anggota.

“Saya berpendapat hakim yang memutus danTIDAK mempertimbangkan rekom asesmen adalah pertimbangan hukum yg keliru” Tegasnya.

Sementara jaksa bertanya kepada ahli ketika seseorang tiba tiba dapat kiriman paket sabu 20 kg dan penerima barang Tidak merasa memesan bisa disalahkan?
“Modus kejahatan narkotika luar biasa, kalau TIDAK merasa memesan, mendapat kiriman sabu, tentu TIDAK bisa di salahkan, tetapi harus di uji mendalam, sampai ditemukan bukti, sungguh sungguh penerima barang itu Tidak ada hubungan hukum dengan barang tersebut” papar Ahli.

“Dan jika tidak merasa memesan, penerima barang segera lapor ke penegak hukum” Pungkas DR.Ilyas,SH.MH.

Dr.Ilyas,SH.MH mengakui sangat mementingkan untuk hadir memenuhi undangan, agar bisa memberi keterangan sebagai ahli, semata karena panggilan ilmu pengetahuan dan wujud pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi, apalagi Rektor Unsika Prof. Sri Mulyani sangat mensupport setiap dosen yang aktif dalam mengabdi kepada masyarakat, meskipun dirinya harus mensiasati waktu sebagai, Ahli, Dosen dan Dekan. (ynzr)