DUA SINOPSIS GEBRAK TANAH SUKABUMI, LEBURKAN SEGALA AROGANSI KEPENTINGAN

SKI, Ringkasan atau garis besar skenario yang menggambarkan isi dari sebuah judul film baik konkrit maupun abstrak disebut Sinopsis; Ringkasan Cerita atau Gambaran Singkat dari Isi Skenario Film sesuai kronologi ceritanya.

Berdasarkan respon dari berbagai pihak, tampaknya film berjudul “Menjelang Senja Di Bojongkokosan” bakal menjadi film terfavorit di Sukabumi.

Jika masyarakat Sukabumi penasaran seperti apa ceritanya, dan hal apa saja yang menjadi sebab betapa menariknya film yang sedang digarap ini? Yang mampu menampung segala pertanyaan dan kerinduan masyarakat akan pentingnya sebuah religiusitas kebersamaan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemuliaan hidup

Sebelum nonton filmnya, pada bulan Agustus 2019, yuk kita intip dulu sinopsisnya.

SINOPSIS 1 :
Film Sejarah Mistis Semi Dokumenter :
“Menjelang Senja Di Bojongkokosan”

Film semi dokumenter ini bertutur tentang Pertempuran Konvoi yang terjadi pada tanggal 9 Desember 1945. Akibat pelanggaran sekutu terhadap kesepakatan dalam pembebasan tawanan perang (APWI) dan pengiriman perbekalan yang didatangkan dari Jakarta ke camp-camp sekutu tanpa melibatkan TKR, maka terjadilah penghadangan terhadap konvoi sekutu yang dipimpin Letkol Eddy Soekardi sebagai komandan Resimen III Sukabumi.

Film dokumenter ini tak hanya mengupas tentang sejarah terjadinya Pertempuran Konvoi, tetapi juga mengupas tentang sisi lain dari perang konvoi yang mempunyai peran penting dalam keberhasilan pertempuran konvoi yaitu sisi mistis. Rahasia “pegangan/kehebatan/kekuatan” para pejuang menjadi bekal mereka untuk bertempur. Sehingga hanya dengan senjata sederhana seperti bambu runcing, ketapel, golok dan panah para pejuang dapat melumpuhkan konvoi sekutu. Dengan sandi resimen “Mengepung Ular berbisa” dan strategi “Hit and Run”.

Pertempuran Konvoi ini didukung Laskar Rakyat Sukabumi yang datang dari kalangan para Santri.

Dalam film semi dokumenter ini juga menampilkan kisah miris dari pelaku sejarah dan keluarganya yang tak mendapat perhatian dari pemerintah hingga akhir hayatnya. Sebagai saksi mata dan pelaku sejarah Pertempuran Konvoi yang terlupakan.

Tanggal syuting : 20, 21, 22 Juli 2019
Lokasi syuting : Museum Palagan Bojongkokosan, Rumah Narasumber (Abah Aceng). (Mang Caing), Abah Pepen, Abah Adang, Abah Jaja’), Rumah Sakit Sekarwangi, Traveling (kecamatan Parung Kuda, Kecamatan Cicurug, stasiun KA Cicurug, kecamatan Cigombong), dan Sungai Cibojong.

SINOPSIS 2 :
“Gerbang Dari Barat”

Sulastri, 19, cantik, cerdas, dan taktis adalah wanita enerjik asal Malaysia yang datang ke Indonesia untuk melakukan riset tentang sejarah, seni budaya dan wisata Indonesia, khususnya kabupaten Sukabumi, bersama mahasiswa lain dari Jakarta. Ia sangat tertarik dengan sosok Abah Anom, 60. Tokoh masyarakat yang kharismatik, bijak, dan menjadi pimpinan Padepokan beladiri silat yang tak terkalahkan.

Sulastri teringat kakeknya yang pendekar dari tanah Johor itu, lumpuh disebabkan karena salah gerak saat bertarung dengan Abah Anom beberapa puluh tahun yang lalu, saat ia sedang diwejang Abah Anom, sosok Pasundan yang selama ini menjadi narasumbernya, di depan teman-teman mahasiswa, menguak rahasia penting yang menjadi kunci “tak terkalahkannya” itu.

Terkait dengan ajaran nilai-nilai Universum Kian Santang, penyebar Islam di Jawa Barat, akan akhlak mulia manusia dalam mensikapi alam dan manusia dengan bijak.

Tradisi anak-anak pesisir pantai di dekat Padepokan yang rajin menjaga pantai dari segala sampah, mengumpulkan kerang-kerang, membuat souvenir, dan dijualnya kepada para turis. Masih disiplin menyempatkan waktu untuk berlatih beladiri Cimande dan mengaji setiap sore di Padepokan Abah Anom.

Keluarga Abah Anom beserta cucu-cucunya yang hidup sederhana, bisa tersohor bukan karena banyaknya harta atau pun tingginya jabatan, tapi karena akhlak mulianya sebagai manusia.

Pelestarian hasil budi daya, dan pengolahan cipta, rasa dan karsa para pendahulu yang dilandasi dengan kejujuran, ketulusan, dan konsistensi akan melahirkan kemajuan seni, budaya, peradaban, dan keseimbangan alam.

Setelah masuk ke dalam gerbang tanah pasundan, Sulastri dan Rosita pun pulang ke Malaysia dengan membawa sejumlah pencerahan akan “kehebatan” bumi nusantara. (Red SKI) 

Komentar