SKI | Lotim – Pemerintah pusat melalui pihak kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) memberikan predikat Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat pratama kepada Kabupaten Lotim pada tahun 2022 lalu.
Dengan penghargaan tersebut langsung diterima Bupati Lotim, HM.Sukiman Azmy dengan didampingi Kepala Dinas P3AKB Lotim,H.Ahmat dari tangan Menteri PPPA RI.
Sementara pada tahun 2023 ini Pemkab Lotim mengusulkan untuk peningkatan predikat dari KLA Pratama ke KLA Madya dengan sudah melengkapi sebanyak 26 indikator penilaian untuk menuju KLA Madya.
Kemudian yang menjadi persoalan dan pertanyaan saat ini,apakah kabupaten Lotim sudah layak dan pantaskah memperoleh predikat KLA tersebut. Karena pada sisi lainnya kasus pelecehan seksual terhadap anak di Lotim marak,bahkan masuk dalam zona merah kasus kekerasan terhadap anak di Lotim.
Seperti halnya belakangan ini kabupaten Lotim dihebohkan dengan kasus dugaan pelecehan seksual santri yang dilakukan oknum pimpinan ponpes di wilayah kecamatan Sikur dan Pringgebaya.
Belum lagi kasus pelecehan seksual yang dilakukan keluarga dekat,pacar korban maupun lainnya. Dengan korbannya masih dibawah umur dan kebanyakan masih status pelajar tersebut.
” Pantaskan Lotim memperoleh predikat KLA dari pemerintah pusat,kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak terus terjadi di Lotim,” kata mantan aktivis pergerakan Lotim,M.Amin di Selong,Sabtu (9|6).
Ia juga mempertanyakan apa yang menjadi indikator sehingga Lotim memperoleh predikat tersebut,apakah sudah memenuhi syarat itu ataukah jangan-jangan hal yang bagus saja dilaporkan ke pemerintah pusat,tanpa memberikan laporan yang sejujurnya.
Oleh karena itu,pihaknya meminta kepada pemerintah pusat untuk mengkaji ulang dan mengevaluasi pemberian predikat KLA tersebut kepada Lotim.
” Buat apa kita peroleh KLA kalau dilapangan faktanya berbalik 180 derajat,dengan memberikan laporan Asal Bapak Senang (ABS),” ujarnya.
Begitu juga pada saat aktivis anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lotim mendatangi Mapolres Lotim beberapa waktu lalu. Dengan tegas Direktur LRC,Maharani menegaskan kalau kekerasan terhadap anak di Lotim tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bahkan sudah masuk dalam zona merah sehingga ini sungguh memprihatinkan sekali.
” Kasus kekerasan terhadap anak di Lotim terutama masalah pelecehan seksual yang tertinggi di NTB,sehingga masuk dalam zona merah,” tegasnya.
Maharani mencatat data yang ada terdapat ada sekitar 571 kasus Kekekerasan terhadap terjadi di Lotim dan itu data resmi yang sudah tercatat,apalagi yang belum tercatat akan semakin banyak lagi.
LMemang tinggi kasus kekerasan terhadap anak di Lotim,” ungkapnya.
Hal yang sama dikatakan aktivis perempuan, Ririn juga menegaskan kasus yang menyangkut masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak bagian tertinggi di NTB.
Dimana untuk perkawinan anak berada NTB berada di nomor tiga dan kekerasan terhadap perempuan dan anak berada di urutan ke 7 se-Indonesia. Dengan penyumbang terbesar adalah Kabupaten Lotim.
” Yang jelas Lotim penyumbang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTB maka ini menjadi perhatian bersama,” tandasnya.
Namun yang perlu dicatat dan perhatian menurut para aktivis perempuan dan anak di Lotim menegaskan pemerintah daerah jangan larut dengan predikat KLA tersebut.
Karena menurutnya masih jauh dari apa yang diharapkan dari predikat KLA.Dengan banyak indikator yang masih belum terpenuhi didalamnya dan harus dilakukan pembenahan dan mencarikan solusi terhadap kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak tersebut.
” Percuma kita dapat predikat KLA kalau kasus pelecehan seksual terhadap anak terus terjadi dan dimana letak kabupaten layak anak itu,karena yang namanya KLA harus bersih dengan kekerasan,” tutur sejumlah aktivis perempuan dan anak di Lotim.
Sementara itu Sekda Lotim,HM.Juani Taofik menjelaskan kondisi Kabupaten Layak Anak (KLA) di Lombok Timur sudah memenuhi 26 indikator yang menjadi dasar penilaian.
” Hingga saat ini KLA Lotim sudah memenuhi 26 indikator,” tegasnya.
Dikatakannya kegiatan ini mendorong semangat pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan kabupaten yang ramah anak sehingga tidak lagi ditemukan tindakan kekerasan terhadap anak maupun kasusnya.
Bahkan pihaknya menyakini terbentuknya gugus tugas sebagai wahana untuk menjalin komunikasi yang multi arah.
” Gotong royong menjadi prinsip ditengah keterbatasan,” tukas Sekda Lotim.
Sementara Pemkab Lotim melakukan verifikasi lapangan secara hybrid bersama dengan pihak kementerian terhadap capaian penyelenggaraan KLA secara berkala. (Sul).