SKI Dalam lembaran sejarah kenabian, kita menemukan teladan agung dari Rasulullah Muhammad SAW—sosok pemimpin paripurna yang tidak hanya dipenuhi wahyu, tetapi juga dipenuhi kebijaksanaan dalam bermusyawarah. Beliau adalah utusan Allah, yang jika ingin, bisa saja memutuskan sendiri perkara-perkara besar. Tapi beliau tidak. Rasulullah memilih untuk mengajak para sahabat berbincang, bermusyawarah, dan membuka ruang untuk pendapat yang berbeda.
Di medan Uhud, Rasulullah bermusyawarah: apakah pasukan Islam cukup bertahan di Madinah atau keluar menyambut musuh? Dalam Perang Khandaq, beliau bermusyawarah saat menghadapi sekutu yang mengancam dari berbagai arah. Bahkan dalam Perjanjian Hudaibiyah yang penuh emosi dan ujian, Rasulullah tetap mengajak sahabat bermusyawarah—meski banyak di antara mereka belum memahami hikmah yang tersembunyi.
Beliau mendengar dengan hati. Tidak mentang-mentang sebagai Nabi, beliau tidak menjadi otoriter. Ia menerima perbedaan pandangan dengan lapang dada, dan para sahabat pun menyampaikan pendapat mereka dengan penuh adab, santun, dan cinta.
Beginilah adab musyawarah yang diwariskan oleh Rasulullah. Beginilah semestinya kita menyikapi perbedaan dalam organisasi, dalam perjuangan, dalam perjalanan menuju maslahat bersama.
Konfercab NU: Ruang Musyawarah, Ruang Menyatukan Hati
Hari ini tanggal 26 sampai dengan besok tanggal 27 April 2025, keluarga besar Nahdlatul Ulama Kabupaten Bogor kembali berkumpul dalam Konferensi Cabang (Konfercab). Di tempat ini, bukan hanya suara yang dikumpulkan—tetapi hati yang dipertemukan. Bukan hanya ide yang diperdebatkan—tetapi keikhlasan yang diuji.
Konfercab bukan ajang mencari menang atau kalah. Ia adalah ruang untuk menyambung warisan Rasulullah: bermusyawarah dalam menyelesaikan persoalan umat. Ia adalah tempat menyemaikan kembali nilai-nilai kebersamaan, ukhuwah, dan cinta atas nama Jam’iyyah.
Sebagaimana Nabi Saw membuka telinga dan hatinya untuk sahabat-sahabatnya, maka para pemimpin NU hari ini pun harus siap membuka diri terhadap saran dan kritik. Sebagaimana sahabat mengedepankan adab dalam berdialog dengan Nabi, maka seluruh kader dan pengurus pun hendaknya memelihara kesantunan dalam mengemukakan pendapat.
Dari Madinah ke Bogor: Warisan Itu Kita Lanjutkan
Konfercab ini menjadi saksi apakah kita mampu menjadikan NU sebagai organisasi yang tidak hanya besar dalam jumlah, tapi juga luhur dalam adab. Apakah kita mampu menghadirkan kepemimpinan yang mendengar, bukan hanya yang berbicara. Apakah kita mampu menyusun program yang menyentuh, bukan hanya mencatat.
Kita ingin melahirkan pemimpin yang amanah, bukan hanya populer. Kita ingin melahirkan gerakan yang membawa maslahat, bukan hanya sibuk berdebat. Kita ingin menjadikan NU Kabupaten Bogor sebagai rumah yang teduh, tempat semua kader merasa memiliki dan dimiliki.
Karena itu, mari kita duduk bersama dalam musyawarah, bukan hanya dengan argumen, tetapi dengan kasih sayang. Mari kita tata langkah kita dengan semangat Rasulullah: mengajak, bukan memaksa; mendengarkan, bukan mengabaikan.
NU Adalah Kita Semua
NU bukan milik satu orang, satu kelompok, atau satu suara. NU adalah kita semua. Dan Konfercab ini adalah panggung untuk membuktikan bahwa kita siap bersatu demi kemaslahatan bersama.
Semoga Allah meridhai langkah kita. Semoga Rasulullah tersenyum melihat umatnya masih menjaga tradisi musyawarah yang ia wariskan. Dan semoga dari Bogor, lahir pemimpin-pemimpin NU yang membawa cahaya bagi umat, bangsa, dan dunia.
Narasumber : Arsani. SH. MH.
Editor : Harun. ST. M. I. Kom