SKI|Bogor-Tak lama berselang pasca Putusan MK terkait Judicial Review UU Cipta Kerja, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.2 Tahun 2022 tentang tata cara atau mekanisme pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pekerja pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Informasi yang beredar sejak 9 Februari 2022 lalu tersebut mengejutkan dan menimbulkan reaksi para pekerja, dimana JHT hanya dapat dicairkan memasuki usia 56 Tahun.
Hal tersebut pun tak luput menjadi perhatian dan mengundang reaksi para pekerja/buruh yang ada di Kabupaten Bogor terutama buruh yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Bogor (APB2), sebagaimana yang terlihat hari ini Jhon Kenedi dan Armansyah Lubis mendatangi Kantor Bupati Bogor, Senin (21/02/’22).
“Hari ini kami Jhon Kenedi dan Armansyah Lubis, mewakili teme
an-teman Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sebagaimana notulen rapat yang diselenggarakan pada tanggal 18 Februari 2022 bertempat di Kantor PC PPMI, dimana telah disepakati agar berkomunikasi secara langsung dengan Bupati Bogor, untuk itu maka disepakati pula membuat surat permohonan audiensi dengan Bupati dan kami hari ini datang dalam rangka untuk mengantarkan surat permohonan audiensi tersebut,” ujar Jhon.
“Kondisi regulasi yang terkait dengan pekerja/buruh saat ini dirasakan oleh tidak berpihak kepada pekerja/buruh, seperti halnya UU No.11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang mendegredasi kompensasi pesangon dan lain-lain sehingga posisi pekerja/buruh menjadi rendah nilai tawar dalam berunding,” lanjut Jhon.
“Kemudian pada saat ini banyak perusahaan yang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) nya berakhir atau proses memperbaharui. Yang menjadi masalah buat kami yaitu yang diusulkan oleh pengusaha justru mengacu pada UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini sangat merugikan buruh, sementara disisi lain nilai tawar buruh sangat rendah dihadapan pengusaha. Untuk itu perlu kebijakan pemerintah agar pengusaha lebih prosfesional dalam membuat atau berunding masalah PKB,” imbuhya.
“Kemudian masalah upah, sebagaimana kita ketahui dan temen-temen media juga tahu diakhir tahun 2021 lalu semua pekerja/buruh dan semua Federasi SP/SB pada sibuk aksi unjuk rasa meminta kenaikan upah minimum, dan Gubernur jawa barat telah mengeluarkan SK tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022 diwilayah Provinsi Jawa Barat. Nah implementasi UMK tersebut kami sangat berharap agar betul-betul dirasakan oleh semua buruh di Kabupaten Bogor khususnya, maka perlu sebagaimana usulan pihak pekerja dalam rapat Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit tahun 2021 agar dibentuk tim monitoring tripatit tentang pelaksanaan upah (seperti struktur dan skala upah serta upah minimum) di Kabupaten Bogor. Hal ini sejalan dengan Tatib Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor tahun 2021,” sambungnya.
“Terkait Permenaker No. 2 tahun 2022, ini juga perlu kita diskusikan bersama apa kiranya yang dapat kita jadikan solusi khususnya di Kabupaten Bogor,” pungkas Jhon. (UT)