OPINI – SKI, Jakarta – Kuasa Hukum JJ Amstrong Sembiring yang juga merupakan Capim KPK (Calon Pimpinan komisi pemberantasan korupsi periode 2019-2023) menanggapi surat pemberitahuan dari Biro Wassidik Mabes Polri Nomor: B/3025/IV/RES.7.5/2019/BARESKRIM, berapa waktu lalu atas pengaduannya tentang proses penyelidikan tindak pidana yang sedang ditangani, telisik adanya dugaan kejanggalan dari surat tersebut yang dikirimkan kepadanya, dia melakukan konfirmasi ke instansi terkait tersebut.
Dalam awal langkah Amstrong menuju Kompolnas untuk menanyakan dan melaporkan tentang hal surat yang didapat dari penyidik polda metro jaya Nomor: B/462/II/RES.1.11/2019/Ditreskrimum, yang mengeluarkan surat pemberitahuan dihentikanya penyelidikan karena tidak ditemukan adanya peristiwa pidana, terangnya Kepada awak media di gedung Kompolnas, jl. Tirtayasa VII No.20, Jaksel, Rabu (24/7/19).
Setelah dari Kompolnas, Amstrong menuju ke Mabes Polri untuk menghadap ke Birowassidik dan menanyakan surat tersebut (pemberitahuan. red) dari Biro Wassidik yang kemudian menerangkan bahwa surat pelaporan atau pengadua yang saya terima pada tanggal 30 April 2019 itu didapat setelah surat penghentian penyelidikan tanggal 22 Februari 2019.
Menanggapi hal tersebut, Amstrong berkomunikasi dengan salah satu staf dari Birowassidik Mabes Polri dan berdialog, bahwasanya, surat pemberitahuan (red) tersebut dilayangkan setelah adanya surat penghentian penyelidikan karena awal masuknya surat pengaduan ke bawassidik banyak memakan proses waktu hingga sampai ke bagian terkait, karena banyaknya surat pengaduan masuk yang ditanganinya.
Dalam dialog pembahasan tersebut, Amstrong juga menanyakan, apakah ada gelar perkara ditingkat penyelidikan? Karena sesuai Perkapolri No.14 Tahun 2012, Gelar Perkara dilakukan ditingkat Penyidikan karena gelar perkara atau biasa disebut dengan ekspos perkara juga harus dihadiri langsung oleh pihak pelapor dan terlapor. Tak boleh diwakilkan oleh pihak lain.
Selain itu, masih menurut Amstrong, gelar perkara juga dihadiri ahli yang independen, kredibel, dan tidak memiliki catatan hukum. Dari gelar perkara yang menghadirkan pelapor, terlapor dan juga para pakar maka diharapkan dihasilkan kejelasan perkara.
Lalu, staf wassidik menjawab, Gelar perkara yang dimaksud yang terjadi didalam penyelidikan tersebut adalah gelar perkara Internal demi upaya klarifikasi untuk mencari dan mengetahui bisa tidaknya laporan tersebut naik ke tahap peyidikan (Lidik) dari tahap penyelidikan naik ke Penyidikan, tuturnya.
Amstrong kemudian mengatakan jika itu istilah gelar perkara internal lalu mengapa pihak luar dihadirkan yaitu saudara Dr. Arif Wicaksana, SH, MH sebagai saksi ahli perdata Universitas Trisakti , lalu saya pribadi sebagai pelapor tidak dilibatkan di dalam gelar perkara tersebut, dan apakah ada garansi ahli hukum tersebut obyektif (apakah sudah terkualifikasi dan terverifikasi), dan tentunya saya sangsi karena saya tidak diberikan kesempatan untuk beragumentasi tentang hukum dengan yang bersangkutan tentang sejauh mana logika-logika hukum dalam pemahaman tentang perkara tersebut, tutur Amstrong.
Dan hebat sekali dalam hitungan hari bisa meruntuhkan konstruksi hukum dan sementara saya pribadi sebagai aktor pelaku yang menggeluti perkara ini sudah 5 tahun lebih diruntuhkan dengan begitu saja secara membabi buta dan paradigma dari ahli hukum tersebut nyata-nyata sangat merugikan saya sebagai kuasa hukum dan itu sangat tidak adil sekali secara hukum, Ucap Amstrong.
Ditambah lagi, Amstrong tidak puas dengan jawaban tersebut karena istilah atau pemaknaan tentang hal gelar perkara dalam sudut pandang hukum yaitu ada di dalam ketentuan Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkapolri 14/2012”) gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan. Adapun tahap kegiatan penyidikan dilaksanakan meliputi:
a. penyelidikan;
b. pengiriman SPDP;
c. upaya paksa;
d. pemeriksaan;
e. gelar perkara;
f. penyelesaian berkas perkara;
g. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum;
h. penyerahan tersangka dan barang bukti; dan
i. penghentian Penyidikan.
JJ Amstrong mengatakan bahwa gelar perkara tersebut dilaksanakan dengan dua cara, yaitu :
a. gelar perkara biasa; dan
b. gelar perkara khusus.
Adapun gelar perkara biasa dilaksanakan dengan tahap:
a. awal proses penyidikan;
b. pertengahan proses penyidikan; dan
c. akhir proses penyidikan
Adapun Gelar perkara biasa pada tahap awal Penyidikan bertujuan untuk:
a. menentukan status perkara pidana atau bukan;
b. merumuskan rencana penyidikan;
c. menentukan unsur-unsur pasal yang dipersangkakan;
d. menentukan saksi, tersangka, dan barang bukti;
e. menentukan target waktu; dan
f. penerapan teknik dan taktik Penyidikan.
Adapun Gelar perkara biasa pada tahap pertengahan penyidikan bertujuan untuk:
a. evaluasi dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam Penyidikan;
b. mengetahui kemajuan penyidikan yang dicapai dan upaya percepatan penyelesaian penyidikan;
c. menentukan rencana penindakan lebih lanjut;
d. memastikan terpenuhinya unsur pasal yang dipersangkakan;
e. memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka, dan barang bukti dengan pasal yang dipersangkakan;
f. memastikan pelaksanaan Penyidikan telah sesuai dengan target yang ditetapkan; dan/atau
g. mengembangkan rencana dan sasaran Penyidikan.
Adapun Gelar perkara biasa pada tahap akhir Penyidikan bertujuan untuk:
a. evaluasi proses penyidikan yang telah dilaksanakan;
b. pemecahan masalah atau hambatan penyidikan;
c. memastikankesesuaian antara saksi, tersangka, dan bukti;
d. penyempurnaan berkas perkara;
e. menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada penuntut umum atau dihentikan; dan/atau
f. pemenuhan petunjuk JPU.
Amstrong mengatakan lagi bahwa selain gelar perkara biasa juga ada gelar perkara khusus. Gelar perkara khusus ini bertujuan untuk:
a. merespons laporan/pengaduan atau komplain dari pihak yang berperkara atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik selaku penyidik;
b. membuka kembali penyidikan yang telah dihentikan setelah didapatkan bukti baru;
c. menentukan tindakan kepolisian secara khusus; atau
d. membuka kembali Penyidikan berdasarkan putusan praperadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Adapun gelar perkara khusus dilaksanakan terhadap kasus-kasus tertentu dengan pertimbangan:
a. memerlukan persetujuan tertulis Presiden/Mendagri/Gubernur;
b. menjadi perhatian publik secara luas;
c. atas permintaan penyidik;
d. perkara terjadi di lintas negara atau lintas wilayah dalam negeri;
e. berdampak massal atau kontinjensi;
f. kriteria perkaranya sangat sulit;
g. permintaan pencekalan dan pengajuan DPO ke NCB Interpol/Divhubinter Polri; atau
h. pembukaan blokir rekening.
Amstrong kemudian mengadopsi pemikiran dari Frans Hendra Winarta, dalam artikel Gelar Perkara Bagian dari Sistem Peradilan, memandang gelar perkara adalah bagian dari proses dan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Secara formal, gelar perkara dilakukan oleh penyidik dengan menghadirkan pihak pelapor dan terlapor. Jika tidak menghadirkan pelapor dan terlapor maka gelar perkara yang dilakukan, dapat cacat hukum.
Lebih jauh Frans menjelaskan, gelar perkara atau biasa disebut dengan ekspos perkara juga harus dihadiri langsung oleh pihak pelapor dan terlapor. Tak boleh diwakilkan oleh pihak lain.
Selain itu, masih menurut Frans, gelar perkara juga mesti dihadiri ahli yang independen, kredibel, dan tidak memiliki catatan hukum. Dari gelar perkara yang menghadirkan pelapor, terlapor dan juga saksi ahli maka diharapkan dihasilkan kejelasan perkara.
Bahwa menurut Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkapolri 14/2012”) gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan. Adapun tahap kegiatan penyidikan dilaksanakan meliputi:
a. penyelidikan;
b. pengiriman SPDP;
c. upaya paksa;
d. pemeriksaan;
e. gelar perkara;
f. penyelesaian berkas perkara;
g. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum;
h. penyerahan tersangka dan barang bukti; dan
i. penghentian Penyidikan.
Sebelum dilakukan Penahanan maka dapat dilakukan mekanisme gelar perkara yaitu dengan Gelar Perkara Biasa dan Gelar Perkara Khusus.
Adapun Gelar perkara dilaksanakan dengan cara:
a. gelar perkara biasa; dan
b. gelar perkara khusus.
Gelar perkara biasa dilaksanakan dengan tahap:
a. awal proses penyidikan;
b. pertengahan proses penyidikan; dan
c. akhir proses penyidikan
Gelar perkara biasa pada tahap awal Penyidikan bertujuan untuk:
a. menentukan status perkara pidana atau bukan;
b. merumuskan rencana penyidikan;
c. menentukan unsur-unsur pasal yang dipersangkakan;
d. menentukan saksi, tersangka, dan barang bukti;
e. menentukan target waktu; dan
f. penerapan teknik dan taktik Penyidikan.
Gelar perkara biasa pada tahap pertengahan penyidikan bertujuan untuk:
a. evaluasi dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam Penyidikan;
b. mengetahui kemajuan penyidikan yang dicapai dan upaya percepatan penyelesaian penyidikan;
c. menentukan rencana penindakan lebih lanjut;
d. memastikan terpenuhinya unsur pasal yang dipersangkakan;
e. memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka, dan barang bukti dengan pasal yang dipersangkakan;
f. memastikan pelaksanaan Penyidikan telah sesuai dengan target yang ditetapkan; dan/atau
g. mengembangkan rencana dan sasaran Penyidikan.
Gelar perkara biasa pada tahap akhir Penyidikan bertujuan untuk:
a. evaluasi proses penyidikan yang telah dilaksanakan;
b. pemecahan masalah atau hambatan penyidikan;
c. memastikankesesuaian antara saksi, tersangka, dan bukti;
d. penyempurnaan berkas perkara;
e. menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada penuntut umum atau dihentikan; dan/atau
f. pemenuhan petunjuk JPU.
Selain gelar perkara biasa juga ada gelar perkara khusus. Gelar perkara khusus ini bertujuan untuk:
a. merespons laporan/pengaduan atau komplain dari pihak yang berperkara atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik selaku penyidik.
b. membuka kembali penyidikan yang telah dihentikan setelah didapatkan bukti baru;
c. menentukan tindakan kepolisian secara khusus; atau
d. membuka kembali Penyidikan berdasarkan putusan praperadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Gelar perkara khusus dilaksanakan terhadap kasus-kasus tertentu dengan pertimbangan:
a. memerlukan persetujuan tertulis Presiden/Mendagri/Gubernur.
b. menjadi perhatian publik secara luas;
c. atas permintaan penyidik;
d. perkara terjadi di lintas negara atau lintas wilayah dalam negeri;
e. berdampak massal atau kontinjensi;
f. kriteria perkaranya sangat sulit;
g. permintaan pencekalan dan pengajuan DPO ke NCB Interpol/Divhubinter Polri; atau
h. pembukaan blokir rekening.
Adapun bahwa tahapan Gelar Perkara yaitu tahapan penyelenggaraan gelar perkara meliputi:
1. Persiapan
a. penyiapan bahan paparan gelar perkara oleh tim penyidik;
b. penyiapan sarana dan prasarana gelar perkara; dan
c. pengiriman surat undangan gelar perkara.
2. Pelaksanaan
a. pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar perkara;
b. paparan tim penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan penyidikan, dan hasil penyidikan yang telah dilaksanakan;
c. tanggapan para peserta gelar perkara;
d. diskusi permasalahan yang terkait dalam penyidikan perkara; dan
e. kesimpulan gelar perkara.
3. Kelanjutan hasil gelar perkara
a. pembuatan laporan hasil gelar perkara;
b. penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang;
c. arahan dan disposisi pejabat yang berwenang;
d. tindak lanjut hasil gelar perkara oleh penyidik dan melaporkan perkembangannya kepada atasan penyidik; dan
e. pengecekan pelaksanaan hasil gelar perkara oleh pengawas penyidik.
Dan kemudian dari akhir dialog pembahasan tersebut Amstrong kembali menegaskan jika demikian yang dimaksud dgn gelar perkara internal, apakah gelar perkara yang dimaksud dalam aturan hukum diatas? Jika tidak maka gelar perkara tertutup yang dimaksud yaitu namanya gelar perkara apakah itu, sembari menunjukkan wajah yang kecewa dan tidak puas. (Red SKI).
Komentar