oleh

Apakah Penetapan Pimpinan BAZNAS Lotim Cacat Hukum dan Atau Melawan Hukum ?

Oleh Andra Ashadi

(Opini) – Pimpinan BAZNAS Lombok Timur telah di umumkan ke publik, namun banyak masyrakat Lombok Timur yang menyoal penetapan pimpinan BAZNAS ini, mulai dari diskusi diskusi kecil warga di warung kopi, diskusi diskusi di media sosial, atau bahkan ada kelompok warga yang lagi menyiapkan diri untuk melakukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Penulis sendiri tergelitik sesungguhnya apa yang terjadi, karna jika sudah ada kelompok masyrakat yang lagi konsolidasi untuk melakukan perlawanan hukum terhadap Pejabat Tata Usaha Negara yang notabenenya tentang sah atau tidaknya suatu komposisi jabatan dalam sebuah lembaga , tentu ini persoalan serius.

Sebelum kita lihat tinjauan yuridisnya, terlebih dahulu penulis ingin mengajak merepleksi gerak sosiologis (kiprah) BAZNAS dalam perjalannya hadir di tengah masyrakat sebagai kelembagaan.

Pada awal satu tahun pemerintahan Sukma, BAZNAS mendapatkan sorotan publik, karna mulai terkuak akan tradisi dan kelembagaan yang bagi banyak pihak masih di nilai kurang baik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Belum lagi isu BAZNAS yang dijadikan semacam Bank atau tempat pinjaman dana segar dan tak di ikat dengan perjanjian jangka waktu pengembalian.

Sebenarnya kasuistik semacam di ataslah, membuat animo masyrakat berharap ada perubahan tata kelola Organisasi atau kelembagaan.

Seakan satu tarikan napas, animo masyarakat ini di sambut Pemerintah Daerah dengan di bentuk panitia seleksi (Pansel) secara terbuka dan faktual.

Namun di dalam kontek kekinian banyak masyrakat melalui diskusi diskusi di media sosial, bahwa esfektasinya tidak segaris lurus dengan kenyataan yang dilihat setelah di umumkan nya hasil dari penjaringan Pansel dan terlebih melihat komposisi penetapan pimpinan BAZNAS yang terdiri dari 3 orang pimpinan.

Dari diskusi diskusi dengan masyrakat dan menyimak diskursus diskusi di media sosial, ada beberapa hal yang penulis coba berikan catatan kritis dalam niatan untuk mendudukkan persoalannya pada regulasi yang ada.

Pertama, mengenai tata cara pengangakatan Pimpinan BAZNAS Kabupaten haruslah merujuk Perbaznas No.1 thn 2019 sebagai aturan normatif yang kaidah kaidah atau norma di dalamnya sebagai acuan berbagai pihak terutama pemerintah dan Panitia Seleksi (Pansel) dalam mengambil keputusan.

Penetapan jumlah calon pimpinan BAZNAS jika merujuk Perbaznas Pasal 9 ayat (1) dimana dengan tegas mengharuskan Panitia Seleksi dalam menetapkan calon Pimpinan BAZNAS
Provinsi dan Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota yang lulus seleksi sebanyak 2 (dua) kali jumlah calon Pimpinan BAZNAS Provinsi dan Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota yang dibutuhkan.

Artinya ketika kemarin Pansel mengajukan sepuluh nama maka pimpinan BAZNAS harus 5 Orang.

Dalam hal Wewenang Bupati dalam pengangkatan pimpinan BAZNAS di antaranya a).Menetapkan Pansel; b). Menyampaikan Calon Pimpinan BAZNAS Kabupaten yg telah ditetapkan Pansel kepada BAZNAS pusat, untuk mendapat pertimbangan; c) Mengangkat /menetapkan Pimpinan BAZNAS Kabupaten berdasarkan Pertimbangan BAZNAS Pusat, dan BAZNAS Pusat melakukan verifikasi Administrasi dan Faktual terhadap usulan Calon Pimpinan yg diajukan Bupati.

Dalam hal ini perlu pendalaman apakah penetapan jumlah pimpinan BAZNAS yang hari ini kita ketahui berjumlah tiga (3) orang sesuai hasil pertimbangan BAZNAS pusat, atau tidak..?

Jika 3 orang ini adalah hasil verifikasi BAZNAS pusat, berarti BAZNAS pusat kurang cermat, karna bertentangan dengan pasal 9 ayat (1).
Atau mungkin juga, BAZNAS Pusat telah mengirim balik 5 orang nama calon pimpinan dari 10 nama yang di kirim pansel, tetapi di Daerah di pangkas menjadi 3 orang pimpinan, dengan pertimbangan efisiensi, dan ini perlu di jawab oleh pemerintah daerah untuk menjernihkan persoalan.

Dalam hal ini penting karna Calon Pimpinan Baznas Kabupaten yg lulus verifikasi Administrasi dan Faktual ditetapkan dalam Surat Pertimbangan BAZNAS Pusat dan di sampaikan kepada Bupati. Meskipun menurut hemat penulis Proses/tahapannya sudah sesuai Perbaznas No.1 thn 2019.

Namun terdapat ketidak cermatan (meskipun dengan niat untuk transparan) ketika Pansel mengumumkan hasil seleksinya terhadap semua peserta seleksi berdasarkan urutan perolehan nilai Tes hasil seleksi. Padahal sesuai Perbaznas No.1 thn 2019, pasal 9, Pansel seharusnya hanya menetapkan 2 kali jumlah pimpinan yg dibutuhkan (maksimal 2 X 5 orang). Akibat ketidak cermatan ini berimplikasi pada pendapat/penafsiran yg beragam. Seperti pendapat yang menanyakan kenapa yg nomor urut 1 tidak lulus, kenapa justru nomor 9.

Selanjutnya bagaimana dengan pimpinan yang di tetapkan terindikasi menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Terhadap adanya Unsur Pimpinan yg pernah menjadi Caleg, maka pasal 11 ayat (3) huruf h, menyatakan bahwa, calon pimpinan yg namanya di usulkan oleh Bupati kepada BAZNAS Pusat untuk dimintakan pertimbangan , harus membuat pernyataan tidak menjadi anggota Parpol atau Terlibat Politik Praktis.

Artinya adalah, pada saat namanya diusulkan kepada Baznas Pusat, yg bersangkutan sudah tidak menjadi anggota Parpol atau tidak lagi terlibat dalam politik Praktis.

Jadi pimpinan yang di usulkan ini benar benar sudah terbebas dari keanggotaan partai, apa lagi menjadi pengurus partai.

Yang jadi ramai perbincangan publik apakah pengunduran ini benar benar di lakukan pimpinan BAZNAS terpilih atau hanya main peta umpat untuk mengakali persyaratan formal (normative hukum).

Terakhir yang mendapatkan sorotan publik adalah, Terhadap “anggapan” tidak adanya Ulama pada unsur Pimpinan, pendapat hukum penulis sendiri “Makna Ulama sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah ketika diserap kedalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam. Pengertian ulama secara harfiyah adalah ā€œorang-orang yang memiliki ilmuā€.

Salah satu dari unsur Pimpinan tersebut, L. Muhir, S.Ag. adalah lulusan UIN Surabay
Kalaupun masih diragukan ilmu agamanya (ilmu fiqh-nya) maka pimpinan Baznas, sesuai dengan kewewenangannya dapat mengangkat seseorang pada unsur Pelaksana yg memiliki ilmu yg mumpuni tentang fiqh zakat.

Dan selanjutnya kesimpulan penulis terhadap gonjang ganjing dari penetapan Pimpinan BAZNAS ini Kalaupun Pengangkatan Pimpinan Baznas ini masih dianggap cacat hukum dan atau melawan Hukum, oleh karena pengangkatannya melalui SK Bupati sebagai pejabat Tata Usaha Negara, maka sah saja kalau Keputusan Bupati itu di uji melalu Peradilan Tata Usaha Negra (PTUN), karna PTUN ini adah saluran yang di buat Negara untuk Warga Negara yang tidak puas terhadap hasil putusan Pejabat Tata Usaha Negara dalam kerangka mencari kebenaran.

Penulis adalah Ketua DPD Jaringan Kemandian Nasional (JAMAN) NTB, Ketua Eksekutive For One Melineal (F1M) NTB, dan Sekretaris Institut Kanjian dan Pemantau Kebijakan Publik (INSAN PEKA PUBLIK).

Komentar