Lahan tersebut berada disebelah selatan wilayah trans 1955 seluas kurang lebih 40ha. Dan saat ini lahan tersebut milik Steven dkk. Sebanyak 60 pecahan KK yang memiliki lahan tersebut sampai saat ini belum pernah mendapatkan solusi dari pihak kanwil trans maupun BPN. Justru kami digugat di PN dan PT karena menggarap lahan bersertifikat tanpa ijin, tandasnya.
Kami mencoba mencari keadilan dan kebenaran atas terjadinya hal ini, namun hingga saat ini kami belum mendapatkannya. Seharusnya Kamilah yang mengadukan dia ke pihak kepolisian daerah Kalimantan barat sebagai perampas lahan milik warga transmigrasi, bukan sebaliknya, tehasnya.
Namun apalah daya kami tidak mengetahui kalau yang memiliki sertifikat diatas lahan tersebut adalah Steven. Dan baru tau setelah sebagian warga kami menjadi tergugat.
Sudah sejak tahun 2007 kami menanyakan ke kanwil trans mengenai lahan yang 40 hektar milik 60 warga pecahan KK Trans tidak dapat diterbitkan, Jawabannya tidak memuaskan. Dan ketika kami menanyakan kepada BPN terkait selalu bisa mendapatkan penjelasan milik siapa sertifikat diatas lahan 40 ha tersebut.
Mungkin pantas dan patut kalau kami menyebut bahwa kami adalah korban dari konspirasi mafia tanah. Untuk itulah kami hanya dapat pertahankan hak dengan cara mengelola dan menanami lahan tersebut dengan tanaman palawija dan sayuran, hingga akhirnya kami digugat, terangnya. (red).
Komentar