oleh

Korban Diam Tak Mendapat Keadilan, Korban Bicara Masuk Penjara

SKI – Jakarta – Maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia baik secara fisik maupun verbal belum dapat di selesaikan dengan adil.

Preseden buruk ini akan semakin menguatkan korban enggan melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya karena kawatir akan mengalami nasib serupa Baiq Nuril Maqnun seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram yang dilecehkan oleh Oknum kepala sekolah melalui chating yang mengarah ke percakapan yang dianggap vulgar.

Karena hal ini sering dialaminya sehingga Nuril berinisiatif merekam percakapan tersebut sebagai barang bukti bahwa dia mengalami pelecehan seksual secara verbal. Namun oleh Mahkamah Agung (MA) dia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE dan divonis enam bulan penjara serta kewajiban membayar denda Rp.500 juta. Nuril dianggap terbukti menyebarkan percakapan kepala sekolah. Padahal Nuril diputus bebas dan tidak terbukti bersalah oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara ditingkat Pengadilan Negeri Mataram (26/07/2017) dengan No.Putusan PN Mataram No.265/Pid.sus/2017/PN.MTR. Putusan PN tidak dijadikan pertimbangan MA dalam membuat putusan.

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang diwakili oleh Mike Verawati didampingi Maria Tarigan dan Dio Ashar dari MaPPI- FHUI serta Ade Wahyudin dari LBH pers mengadakan konferensi pers tentang permasalahan yang dialami oleh Baiq Nuril di Cikini Jakarta (24/11/18).

“Banyak korban pelecehan seksual tidak melapor karena takut diintimidasi. Kami berharap MA dapat mempertimbangkan kembali kasus Baiq Nuril karena keputusan yang diambil hanya berdasarkan prosedur bukan fakta,”ujar Dio Ashar dari MaPPI- FHUI.

Mike Verawati dari Koalisi Perempuan Indonesia DKI Jakarta (KPI DKI Jakarta) juga menyampaikan rasa prihatinnya terhadap putusan MA pada Baiq Nuril. ” Kami prihatin atas ketidakadilan yang dialami Baiq Nuril dan menuntut pemerintah dan Lembaga- lembaga Negara terkait agar segera memenuhi hak Baiq Nuril untuk mendapatkan rehabilitasi psikologi, sosial dan ekonomi serta proses hukum yang berpihak pada korban kekerasan seksual karena jika dibiarkan dan tidak terjadi perubahan cara pandang dapat dipastikan kedepan situasi anak- anak perempuan dan perempuan korban kekerasan seksual semakin buruk dan para pelaku semakin merajalela karena tidak dijatuhi hukuman yang setimpal,”pungkasnya.

Penulis : Fri

Editor    : Red SKI

Komentar